Sesuatu yang dipersatukan Tuhan tak dapat dipisahkan manusia. Seringkali kita menyebutnya jodoh. Ketika berlari, selalu tertuju ke arah yang sama. Ketika mencoba untuk pergi, selalu kembali ke jalan yang sama. Semua berputar dan berotasi, konsep jodoh sendiri semakin tereksplorasi. Katanya, jodoh berarti memiliki banyak kesamaan. Katanya, jodoh berkaitan dengan hilangnya perbedaan. Dan katanya lagi, jodoh adalah soal memiliki seutuhnya. Jika itulah yang berarti jodoh, lantas bagaimana mereka yang jelas-jelas berbeda?
Jatuh cinta menimbulkan banyak rasa juga tanya. Ada yang bertemu, begitu mudah jatuh cinta, lalu kemudian memiliki. Ada yang tak sengaja bertemu, menjalin persahabatan, lalu saling mencintai. Ada lagi yang tak pernah rencanakan apapun, tapi tiba-tiba jatuh cinta, namun terhalang untuk memiliki karena perbedaan kedudukan, kultur budaya atau keyakinan.
Pernahkah kita melirik sedikit pada jiwa-jiwa yang jatuh cinta walau berbeda? Seberapa besar kah perjuangan yang mereka lakukan hanya untuk merasakan jatuh cinta layaknya pasangan normal lainnya? Mereka kadang terpojokkan, oleh perbedaan yang katanya sulit disatukan; norma agama, norma adat dan norma-norma lainnya........sesuatu yang sudah menjadi patokan dan tak mampu lagi ditawar. Mereka berbeda tapi masih berjuang, mereka temukan banyak luka tapi berusaha tak terlihat kesakitan.
Ketika yang lain sibuk mencumbu tanpa pernah mengerti arti cinta yang sesungguhnya, mereka yang sibuk mengeja dan merapal doa yang sama, meskipun diucapkan dengan bahasa yang berbeda. Dalam setiap sujud dan dalam setiap sentuhan doa, mereka saling mendoakan, meskipun tahu segalanya tak memungkinkan.
Segalanya terlewati dengan cara pandang dan pendapat yang berbeda, apakah salah mereka? Hingga dunia menatap mereka layaknya penjahat kecil yang pasti bersalah yang bertentangan dengan norma-norma yang ada sehingga tidak berhak untuk membela diri. Apa salah mereka, jika mereka sama-sama memperjuangkan hak mereka walau di atas perbedaan?
Jika Tuhan inginkan sebuah penyatuan, mengapa Dia ciptakan perbedaan? Apa gunanya Cinta dan Bhinneka Tungga Ika jika semua hanya abadi dalam ucapan bibir semata???
NB: Seseorang Sahabat pernah berkata
“Cinta bisa Membutakan Logika tapi jangan sampai Cinta Menghancurkan perasaan keluarga terutama kedua orang tua.....”
Jatuh cinta menimbulkan banyak rasa juga tanya. Ada yang bertemu, begitu mudah jatuh cinta, lalu kemudian memiliki. Ada yang tak sengaja bertemu, menjalin persahabatan, lalu saling mencintai. Ada lagi yang tak pernah rencanakan apapun, tapi tiba-tiba jatuh cinta, namun terhalang untuk memiliki karena perbedaan kedudukan, kultur budaya atau keyakinan.
Pernahkah kita melirik sedikit pada jiwa-jiwa yang jatuh cinta walau berbeda? Seberapa besar kah perjuangan yang mereka lakukan hanya untuk merasakan jatuh cinta layaknya pasangan normal lainnya? Mereka kadang terpojokkan, oleh perbedaan yang katanya sulit disatukan; norma agama, norma adat dan norma-norma lainnya........sesuatu yang sudah menjadi patokan dan tak mampu lagi ditawar. Mereka berbeda tapi masih berjuang, mereka temukan banyak luka tapi berusaha tak terlihat kesakitan.
Ketika yang lain sibuk mencumbu tanpa pernah mengerti arti cinta yang sesungguhnya, mereka yang sibuk mengeja dan merapal doa yang sama, meskipun diucapkan dengan bahasa yang berbeda. Dalam setiap sujud dan dalam setiap sentuhan doa, mereka saling mendoakan, meskipun tahu segalanya tak memungkinkan.
Segalanya terlewati dengan cara pandang dan pendapat yang berbeda, apakah salah mereka? Hingga dunia menatap mereka layaknya penjahat kecil yang pasti bersalah yang bertentangan dengan norma-norma yang ada sehingga tidak berhak untuk membela diri. Apa salah mereka, jika mereka sama-sama memperjuangkan hak mereka walau di atas perbedaan?
Jika Tuhan inginkan sebuah penyatuan, mengapa Dia ciptakan perbedaan? Apa gunanya Cinta dan Bhinneka Tungga Ika jika semua hanya abadi dalam ucapan bibir semata???
NB: Seseorang Sahabat pernah berkata
“Cinta bisa Membutakan Logika tapi jangan sampai Cinta Menghancurkan perasaan keluarga terutama kedua orang tua.....”
Komentar