Finally, akhirnya bisa meluangkan waktu untuk kembali menumpahkan isi kepala dan perasaanku lagi setelah sekian lama "hibernasi" karena kesibukan (yang sebenarnya gak sibuk-sibuk amat sih tapi numpuk! Hehe). Udah lumayan lama juga ya aku gak posting di blog. Well, terakhir posting tertanggal 1 May 2014, woww hampir 2 tahun. Hehe, ternyata usaha buat belajar nulis itu gak segampang yang dibayangin. Hmm, berarti besok-besok harus meluangkan waktu nih.
Kemana saja?
Aku sendiri yakin sepertinya gak kan ada yang bertanya pertanyaan diatas tapi biarlah aku menjelaskan sedikit agar tulisan di blog ini sedikit lebih panjang dari sajak-sajak rindu yang biasanya diposting ditengah hujan dan gerimis syahdu di postingan blog tahun-tahun lalu.
Oke, kembali fokus. Di postingan kali ini, ada cerita yang pengen aku share, tentang pengalaman hidup aku belakangan ini, terutama yang paling menarik adalah saat aku mengikuti salah satu program Kemendikbud RI yang namanya SM3T. Apaan tuh? SM3T itu sebenarnya singkatan dari Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal. Program dari pemerintah pusat buat ngatasin permasalahan pendidikan di daerah-daerah di Indonesia yang tergolong 3T itu tadi. Buat keterangan lebih lengkap tentang program ini, coba cek aja deh situsnya disini;
http://seleksi.dikti.go.id
Well...itu penjelasan singkat tentang SM3T, sekarang langsung saja aku bicara panjang lebar mengenai pengalamanku mengikuti program ini.
Merantau merupakan pengalaman pertama dalam kehidupanku. Awalnya sulit meyakinkan kedua orang tua, namun keyakinan yang menggebu-gebu, meluluhkan hati ayah dan ibu, dan akhirnya aku di ijinkan mengikuti program ini. Perlu dimaklumi bahwa aku adalah anak perempuan satu-satunya dan aku anak sulung dari tiga bersaudara makanya kedua orangtuaku begitu khawatir jauh dari ku.
Merupakan rasa syukur juga bagiku diberi kesempatan menjalankan tugas mulia ini sebagai pendidik di daerah 3T, dan merupakan sebuah kebanggaan untuk melayani mereka yang sangat membutuhkan khususnya dalam dunia pendidikan.
Nah, aku ngikutin program ini lewat beberapa tahap seleksi: 1.Pendaftatan (seleksi administratif) 2. Tes online 3. Tes wawancara. Alhamdulillah tahap demi tahap seleksi lolos tanpa kendala apapun, dan aku diterima sebagai peserta dalam program ini. Namun sebelum diberangkatkan aku dan peserta lainnya harus menjalani prakondisi. Prakondisi ini dilaksanakan selama dua belas hari, tiap-tiap peserta dilatih secara skil maupun fisik, dan keterampilan-keterampilan lain sesuai daerah penempatan. Pada hari kedelapan prakondisi, barulah ada pengumuman mengenai daerah penempatan. Jantung berdetak kencang saat mengetahui hal itu, tak disangka aku ditempatkan di wilah timur Indonesia yaitu NTT tepatnya di kabupaten Ende.
Selang satu hari setelah mengikuti prakondisi tepatnya pada tanggal 28 Agustus 2014, aku dan peserta lainnya diberangkatkan menuju daerah penugasan. Aku semakin gugup karena pada saat itu adalah perjalanan pertama kalinya menuju daerah Indonesia timur, yang lebih menariknya lagi ini pengalaman pertamaku menaiki burung bermesin alias pesawat terbang dengan tiga kali penerbangan.
Namun perasaan gugup dan canggung itu sirna ketika aku dan teman-teman menapaki tanah Flores yang memiliki alam yang luar biasa indah. Kondisi alam yang masih natural dan masyarakat yang ramah menyambut kami pertama kali datang ke tanah flores ini membuat aku dan teman-teman menjadi nyaman.
Surat Keputusan sekolah penempatan masing-masing peserta dibagikan pada saat kami berada di Ende berdasarkan keputusan Dinas PPO kabupaten Ende. Berdasarkan SK aku ditempatkan di SMPN Satap Wolooja3, kecamatan Wolowaru, 70 km dari kota Ende. Perjalanan pertama kali menuju sekolah adalah pengalaman yang mengesankan. Pada saat itu aku bersama teman yang berasal dari satu LPTK yang sama belum memiliki kendaraan untuk digunakan menuju sekolah yang letaknya lumayan jauh dari kecamatan, akhirnya mau tidak mau aku harus menyewa ojek yang jaraknya 8km dari rumah kontrakan. Luar biasa juga perjalanan menuju ke sekolah, kalau musim kemarau jalanannya penuh debu, kalau musim penghujan banjir ditambah dengan jalanan yang penuh lubang.
Pengalaman pertama mengajar di kelas, aku dibuat heran dan bingung dengan sikap anak-anak, setelah panjang lebar menerangkan pelajaran di depan kelas tidak ada satupun dari mereka yang menanggapi pertanyaanku. Saat itu aku tersadar karena aku terlalu cepat menerangkan pelajaran menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan anak-anak masih kurang mengerti beberapa kosa kata bahasa Indonesia. Hal ini berlangsung selama satu minggu, namun ini menjadi motivasi untukku mengajarkan mereka agar terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang benar, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat nantinya. Di setiap pembelajaran hanya buku lusuh yang menjadi sumber pegangan siswa. Tak ada buku paket atau LKS untuk menunjang pembelajaran, karena belum ada fasilitas buku pelajaran yang baru. Alhasil di setiap awal pembelajaran kegiatan mencatat disini merupakan hal yang wajib dilakukan, yang tentunya sangat mengurangi efektifitas belajar mengajar.
"Aji..ine" (sapaan untuk anak laki-laki dan perempuan)..."setel dalam sudah" (masukan baju kedalam celana) "ibu tidak mau ada siswa yang masuk kelas tidak rapi" perintah ku kepada mereka. Hal ini aku lakukan setiap pagi di depan kelas maupun gerbang sekolah, sebelumnya kerapian sangat disepelekan di sekolah ini. Anak-anak dibiarkan membiasakan mengenakan baju terurai, tidak memakai ikat pinggang, kadang tidak memakai sepatu bahkan ada yang tidak mandi ke sekolah. Aku pun mulai berpikir sudah sepatutnya kita membangun sekolah ini perlahan dengan membangun kepribadian siswa dari hal yang kecil terlebih dahulu. Ketika berbusana rapi sudah bisa menjadi kebiasaan siswa, tentunya ini melatih siswa untuk disiplin.
Kisah yang tak kalah menyenangkan adalah mengenal dan bergaul dengan masyarakat sekitar sekolah dan tempat tinggal. Wajar apabila orang Flores mengatakan bahwa "kamu tak akan pernah kelaparan ketika kamu tersesat sekalipun di Ende", karena kekeluargaan disini sangatlah erat. Setiap pulang sekolah aku dan teman seringkali diundang makan oleh warga setempat. Sempat heran juga karena undangan makan ini berlangsung hampir tiap minggu, merekapun tak pernah menuntut apa-apa dari kami. Begitu pula warga lainnya setiap kami singgah untuk pesiar (bertamu) pasti selalu ada hidangan tersedia. Ternyata inilah adat orang Ende, setiap ada tamu yang datang wajib disuguhi makan. Ketika dalam satu hari pesiar ke lima rumah tentu kami harus makan sebanyak lima kali. Itulah Ende yang sangat menghormati keberadaan tamu. Kebhineka tunggal ika telah ditunjukkan masyarakat Ende, kami para guru pendatang yang notabene beragama muslim sangat dihormati dan dihargai. Setiap warga yang mengadakan hajatan, kami sebagai pendatang turut diundang dan pasti diminta untuk menyembelih sendiri hewan ternak seperti ayam, kambing, dan sapi. Aku sendiri pernah dimintai warga menyembelih seekor ayam di suatu hajat. Karena ini kali pertamaku menyembelih hewan, kepala ayam yang aku sembelih hampir terputus karena aku salah memotong bagian belakang leher kepala ayam tersebut, itu menggelikan tapi juga menakutkan.
Ada banyak pengalaman hidup yang didapatkan selama berada di daerah pengabdian. Merantau dan mengabdi di daerah lain, bertemu dan berkenalan dengan banyak orang, bisa belajar serta mengenal budaya lain, jadi mengerti banyak hal dan tentunya menambah wawasan.
Itulah goresan tinta pengalaman hidup yang bisa aku posting untuk saat ini, semoga bermanfaat.
Cerita lengkapnya bisa baca di blog ini;
http://lifespaceoftigasatoe.blogspot.co.id/2016/03/tiga-te-ku-terdepan-terluar-tertinggal.html?m=1
Well, di tahun ini tak ada harapan yang berlebihan. Semoga saja semuanya menjadi lebih baik, lebih rajin dalam apapun, dan diberikan kemudahan-kemudahan dalam aktifitas sehari-sehari oleh Yang Maha Kuasa, amiin...
"see u next time, bye bye" ^_^
Kemana saja?
Aku sendiri yakin sepertinya gak kan ada yang bertanya pertanyaan diatas tapi biarlah aku menjelaskan sedikit agar tulisan di blog ini sedikit lebih panjang dari sajak-sajak rindu yang biasanya diposting ditengah hujan dan gerimis syahdu di postingan blog tahun-tahun lalu.
Oke, kembali fokus. Di postingan kali ini, ada cerita yang pengen aku share, tentang pengalaman hidup aku belakangan ini, terutama yang paling menarik adalah saat aku mengikuti salah satu program Kemendikbud RI yang namanya SM3T. Apaan tuh? SM3T itu sebenarnya singkatan dari Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal. Program dari pemerintah pusat buat ngatasin permasalahan pendidikan di daerah-daerah di Indonesia yang tergolong 3T itu tadi. Buat keterangan lebih lengkap tentang program ini, coba cek aja deh situsnya disini;
http://seleksi.dikti.go.id
Well...itu penjelasan singkat tentang SM3T, sekarang langsung saja aku bicara panjang lebar mengenai pengalamanku mengikuti program ini.
Merantau merupakan pengalaman pertama dalam kehidupanku. Awalnya sulit meyakinkan kedua orang tua, namun keyakinan yang menggebu-gebu, meluluhkan hati ayah dan ibu, dan akhirnya aku di ijinkan mengikuti program ini. Perlu dimaklumi bahwa aku adalah anak perempuan satu-satunya dan aku anak sulung dari tiga bersaudara makanya kedua orangtuaku begitu khawatir jauh dari ku.
Merupakan rasa syukur juga bagiku diberi kesempatan menjalankan tugas mulia ini sebagai pendidik di daerah 3T, dan merupakan sebuah kebanggaan untuk melayani mereka yang sangat membutuhkan khususnya dalam dunia pendidikan.
Nah, aku ngikutin program ini lewat beberapa tahap seleksi: 1.Pendaftatan (seleksi administratif) 2. Tes online 3. Tes wawancara. Alhamdulillah tahap demi tahap seleksi lolos tanpa kendala apapun, dan aku diterima sebagai peserta dalam program ini. Namun sebelum diberangkatkan aku dan peserta lainnya harus menjalani prakondisi. Prakondisi ini dilaksanakan selama dua belas hari, tiap-tiap peserta dilatih secara skil maupun fisik, dan keterampilan-keterampilan lain sesuai daerah penempatan. Pada hari kedelapan prakondisi, barulah ada pengumuman mengenai daerah penempatan. Jantung berdetak kencang saat mengetahui hal itu, tak disangka aku ditempatkan di wilah timur Indonesia yaitu NTT tepatnya di kabupaten Ende.
Selang satu hari setelah mengikuti prakondisi tepatnya pada tanggal 28 Agustus 2014, aku dan peserta lainnya diberangkatkan menuju daerah penugasan. Aku semakin gugup karena pada saat itu adalah perjalanan pertama kalinya menuju daerah Indonesia timur, yang lebih menariknya lagi ini pengalaman pertamaku menaiki burung bermesin alias pesawat terbang dengan tiga kali penerbangan.
Namun perasaan gugup dan canggung itu sirna ketika aku dan teman-teman menapaki tanah Flores yang memiliki alam yang luar biasa indah. Kondisi alam yang masih natural dan masyarakat yang ramah menyambut kami pertama kali datang ke tanah flores ini membuat aku dan teman-teman menjadi nyaman.
Surat Keputusan sekolah penempatan masing-masing peserta dibagikan pada saat kami berada di Ende berdasarkan keputusan Dinas PPO kabupaten Ende. Berdasarkan SK aku ditempatkan di SMPN Satap Wolooja3, kecamatan Wolowaru, 70 km dari kota Ende. Perjalanan pertama kali menuju sekolah adalah pengalaman yang mengesankan. Pada saat itu aku bersama teman yang berasal dari satu LPTK yang sama belum memiliki kendaraan untuk digunakan menuju sekolah yang letaknya lumayan jauh dari kecamatan, akhirnya mau tidak mau aku harus menyewa ojek yang jaraknya 8km dari rumah kontrakan. Luar biasa juga perjalanan menuju ke sekolah, kalau musim kemarau jalanannya penuh debu, kalau musim penghujan banjir ditambah dengan jalanan yang penuh lubang.
Pengalaman pertama mengajar di kelas, aku dibuat heran dan bingung dengan sikap anak-anak, setelah panjang lebar menerangkan pelajaran di depan kelas tidak ada satupun dari mereka yang menanggapi pertanyaanku. Saat itu aku tersadar karena aku terlalu cepat menerangkan pelajaran menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan anak-anak masih kurang mengerti beberapa kosa kata bahasa Indonesia. Hal ini berlangsung selama satu minggu, namun ini menjadi motivasi untukku mengajarkan mereka agar terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang benar, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat nantinya. Di setiap pembelajaran hanya buku lusuh yang menjadi sumber pegangan siswa. Tak ada buku paket atau LKS untuk menunjang pembelajaran, karena belum ada fasilitas buku pelajaran yang baru. Alhasil di setiap awal pembelajaran kegiatan mencatat disini merupakan hal yang wajib dilakukan, yang tentunya sangat mengurangi efektifitas belajar mengajar.
"Aji..ine" (sapaan untuk anak laki-laki dan perempuan)..."setel dalam sudah" (masukan baju kedalam celana) "ibu tidak mau ada siswa yang masuk kelas tidak rapi" perintah ku kepada mereka. Hal ini aku lakukan setiap pagi di depan kelas maupun gerbang sekolah, sebelumnya kerapian sangat disepelekan di sekolah ini. Anak-anak dibiarkan membiasakan mengenakan baju terurai, tidak memakai ikat pinggang, kadang tidak memakai sepatu bahkan ada yang tidak mandi ke sekolah. Aku pun mulai berpikir sudah sepatutnya kita membangun sekolah ini perlahan dengan membangun kepribadian siswa dari hal yang kecil terlebih dahulu. Ketika berbusana rapi sudah bisa menjadi kebiasaan siswa, tentunya ini melatih siswa untuk disiplin.
Kisah yang tak kalah menyenangkan adalah mengenal dan bergaul dengan masyarakat sekitar sekolah dan tempat tinggal. Wajar apabila orang Flores mengatakan bahwa "kamu tak akan pernah kelaparan ketika kamu tersesat sekalipun di Ende", karena kekeluargaan disini sangatlah erat. Setiap pulang sekolah aku dan teman seringkali diundang makan oleh warga setempat. Sempat heran juga karena undangan makan ini berlangsung hampir tiap minggu, merekapun tak pernah menuntut apa-apa dari kami. Begitu pula warga lainnya setiap kami singgah untuk pesiar (bertamu) pasti selalu ada hidangan tersedia. Ternyata inilah adat orang Ende, setiap ada tamu yang datang wajib disuguhi makan. Ketika dalam satu hari pesiar ke lima rumah tentu kami harus makan sebanyak lima kali. Itulah Ende yang sangat menghormati keberadaan tamu. Kebhineka tunggal ika telah ditunjukkan masyarakat Ende, kami para guru pendatang yang notabene beragama muslim sangat dihormati dan dihargai. Setiap warga yang mengadakan hajatan, kami sebagai pendatang turut diundang dan pasti diminta untuk menyembelih sendiri hewan ternak seperti ayam, kambing, dan sapi. Aku sendiri pernah dimintai warga menyembelih seekor ayam di suatu hajat. Karena ini kali pertamaku menyembelih hewan, kepala ayam yang aku sembelih hampir terputus karena aku salah memotong bagian belakang leher kepala ayam tersebut, itu menggelikan tapi juga menakutkan.
Ada banyak pengalaman hidup yang didapatkan selama berada di daerah pengabdian. Merantau dan mengabdi di daerah lain, bertemu dan berkenalan dengan banyak orang, bisa belajar serta mengenal budaya lain, jadi mengerti banyak hal dan tentunya menambah wawasan.
Itulah goresan tinta pengalaman hidup yang bisa aku posting untuk saat ini, semoga bermanfaat.
Cerita lengkapnya bisa baca di blog ini;
http://lifespaceoftigasatoe.blogspot.co.id/2016/03/tiga-te-ku-terdepan-terluar-tertinggal.html?m=1
Well, di tahun ini tak ada harapan yang berlebihan. Semoga saja semuanya menjadi lebih baik, lebih rajin dalam apapun, dan diberikan kemudahan-kemudahan dalam aktifitas sehari-sehari oleh Yang Maha Kuasa, amiin...
"see u next time, bye bye" ^_^
Komentar